State of War
Kuucapkan selamat malam bersama sejuta amanat dalam kenangan. Dikala langit menutupi bintang-bintangnya dengan awan kesedihan. Lamunan pun buyar karena terasuk suatu perasan yang menakutkan. Getar hati kian beresonansi dengan raga yang semakin lepas kendali. Dengan segala kerumitan yang kucoba pecahkan, namun gagal karena aku sendiri tak tahu apa yang sebenarnya kucoba lakukan.
*If...
Ajarkan aku mengenal dimensi itu, dimensi antara ada dan tiada. Ajarkan aku mengapa sesuatu yang bahkan tidak dapat kita lihat dapat menjadi sangat berarti. Ajarkan aku mengapa sesuatu yang bahkan semu itu seolah menjadi nyata dan semakin menghantuiku. Ajarkan aku mengapa hal yang disebut anugerah itu dapat membuatku takut untuk menggapainya.
Jika aku bisa memilih, aku ingin menghapus dan lari terhadap semua jenis perasaan seperti ini. Tapi hatiku terlalu jujur untuk tetap berdiri dan menghadapinya. Disisi lain, pikiranku terlalu cemas dan pesimis untuk memikirkan semua kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Aku tak tahu yang mana yang harus kubela, haruskah kubiarkan hatiku menang tanpa tindakan rasional ataukah kubiarkan pikiranku menang dan menjalaninya tanpa arti dari sebuah perasaan.
Hati dan pikiranku, masing-masing mendeklarasikan status perangnya. Membuatku dalam keadaan chaos namun aku akan tetap kukuh untuk tidak berharap kepada manusia. Hatiku melunak namun pikiranku membatu, mereka masih tak sejalan. Aku ragu tuk melangkah kedepan dan aku tak tahu harus berbelok ke arah mana, yang kutahu satu-satunya arah yang tidak mungkin kupilih adalah mundur kebelakang. Meski aku sadar bahwa aku harus menghindari jalan aneh itu, tetapi cepat atau lambat tanpa kusadari bahwa aku telah berada didalamya.
Berada didalam posisi dimana kau akan menjadi serba salah. Bisa jadi aku mati jika maju, namun aku bingung untuk berbelok, serta tak mungkin aku memilih mundur. Aku merasa telah mati jalan, dan kediaman ini perlahan membunuhku. Kini satu-satunya yang akan kulakukan adalah mendesign kembali dimensi yang sempat hancur, mencari sumber penerangan, dan memperkuat pijakannku agar langkah yang kuambil selanjutnya benar dan tidak tergelincir ke dalam dimensi yang pernah rusak.
*As the time passed by...
*If...
Ajarkan aku mengenal dimensi itu, dimensi antara ada dan tiada. Ajarkan aku mengapa sesuatu yang bahkan tidak dapat kita lihat dapat menjadi sangat berarti. Ajarkan aku mengapa sesuatu yang bahkan semu itu seolah menjadi nyata dan semakin menghantuiku. Ajarkan aku mengapa hal yang disebut anugerah itu dapat membuatku takut untuk menggapainya.
Jika aku bisa memilih, aku ingin menghapus dan lari terhadap semua jenis perasaan seperti ini. Tapi hatiku terlalu jujur untuk tetap berdiri dan menghadapinya. Disisi lain, pikiranku terlalu cemas dan pesimis untuk memikirkan semua kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Aku tak tahu yang mana yang harus kubela, haruskah kubiarkan hatiku menang tanpa tindakan rasional ataukah kubiarkan pikiranku menang dan menjalaninya tanpa arti dari sebuah perasaan.
Hati dan pikiranku, masing-masing mendeklarasikan status perangnya. Membuatku dalam keadaan chaos namun aku akan tetap kukuh untuk tidak berharap kepada manusia. Hatiku melunak namun pikiranku membatu, mereka masih tak sejalan. Aku ragu tuk melangkah kedepan dan aku tak tahu harus berbelok ke arah mana, yang kutahu satu-satunya arah yang tidak mungkin kupilih adalah mundur kebelakang. Meski aku sadar bahwa aku harus menghindari jalan aneh itu, tetapi cepat atau lambat tanpa kusadari bahwa aku telah berada didalamya.
Berada didalam posisi dimana kau akan menjadi serba salah. Bisa jadi aku mati jika maju, namun aku bingung untuk berbelok, serta tak mungkin aku memilih mundur. Aku merasa telah mati jalan, dan kediaman ini perlahan membunuhku. Kini satu-satunya yang akan kulakukan adalah mendesign kembali dimensi yang sempat hancur, mencari sumber penerangan, dan memperkuat pijakannku agar langkah yang kuambil selanjutnya benar dan tidak tergelincir ke dalam dimensi yang pernah rusak.
*As the time passed by...
Perang ini seperti presto. Yang membuatku tak bisa keluar dari keadaan. Keadaan yang membuatku tak bisa menghindari tekanan didalamnya. Tekanan yang selalu ku pungkiri, namun kenyataanya aku telah terkunci didalamnya. Yang menempatkanku kedalam situasi yang membuatku tak lagi sama. Situasi dengan pilihan yang sangat kompleks hingga memaksaku untuk berpikir keras dan bertindak serius. Meskipun pada akhirnya seluruh kesimpulan akan berakhir dengan ungkapan yang terbungkus dengan rapi oleh rasa takut. Rasa takut untuk mengakui kebenaran dari "State of War" yang sedang berlangsung. "State of War" yang membuatku tak menyadari bahwa waktu yang telah berjalan ini ternyata telah membuatku luluh dalam perang ini.
Cukup sekian posting kali ini, Saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari Mhissiers :D. Mohon maaf atas segala salah yang saya lakukan dan Terimakasih~
Copyright by: www.mhis25.tk